Jumat, 22 Juli 2011

The Lore of Mearcair - Deau Paith, Pandea Cyfandir, Mearcair


Saat yang sama

Angin semilir berhembus, sinar lembut seren fam menerangi pagi yang cerah tersebut. "Matres*[2] pasti sedang tersenyum pagi ini" pikir Fea. Didengarnya kicau burung dan bebunyian serangga menambah semarak pagi itu. Fea tenggelam dalam suasana tersebut, tanpa sadar ada bayangan gelap di tanah di dekatnya, mula-mula kecil namun semakin membesar, Fea mulai menyadarinya, namun sebelum sempat dirinya berpikir, ia terkejut mendengar lengkingan keras di atasnya. Sontak dia menoleh ke atas, dan diapun terpaku dalam kekagetannya ketika dilihatnya makhluk luar biasa di atasnya. Belum pernah dilihatnya makhluk tersebut, ia berbadan teigr*[3] namun bersayap besar dan anggun bagai gawain*[4] atau griffin*[5].

Belum hilang keterkejutannya, makhluk tersebut mendarat di depannya, dan dilihatnya seseorang melompat turun dari atas punggung makhluk tersebut. Sosok yang anggun namun memancarkan kharisma yang besar.

"Fea" didengarnya sosok tersebut memanggil namanya. Tak mampu menjawab, Fea hanya menatap kepada sosok tersebut yang berjalan mendekatinya.

"Fea, dengar, saat ini Gaia*[6], Mearcair, dunia ini membutuhkanmu, pergilah ke ... " belum selesai kalimat tersebut diucapkan tiba-tiba petir menggelegar dan langit menjadi gelap.

"Arrgh, tidak!!!" teriak sosok tersebut. Di belakang sosok tersebut tiba-tiba muncul seberkas sinar merah menyala, dan muncul sosok lain. Tanpa mengucapkan sepatah katapun, sosok tersebut mengacungkan tangannya ke depan dan saat telapak tangannya dibuka api biru menyala segera menyambar ke arah mereka. Fea merasakan panas yang luar biasa.

"Argggghhh!!!!" jerit Fea.

Gelap, sekelilingnya gelap.
"Fea .. " didengarnya suara orang yang dikenalnya, suara ayahnya, dan tiba-tiba suasana menjadi terang.

"Fea .. , anakku, ada apa?"

Fea melihat muka cemas ayahnya, Terrwyn Eirtheira, yang bersimpuh di sampingnya.

"Tidak apa-apa ayah" hanya mimpi saja, sahut Fea.

Namun jawaban tersebut tidak membuat hati Terrwyn. Ini adalah malam kesekian kalinya semenjak llawn*[7] terakhir dia mendapati Fea bermimpi buruk.

"Mimpi sama lagi?" kembali Terrwyn bertanya.

"Iya ayah, entahlah, dan seperti yang lain-lain kembali terputus di bagian yang sama, aku tidak tahu kata terakhirnya, kemanakah dia memintaku pergi?"

Terrwyn hanya diam, air mukanya yang cemas nampak semakin gelap.

"Sudahlah, cobalah untuk tidur lagi." kata Terrwyn sambil mengusap dahi Fea anaknya.

"Ayah, aku ingin coba bertanya ke bibi Fionn besok"

Terrwyn tidak menjawab hanya mengangguk dan perlahan berjalan ke luar. Hatinya cemas dan gundah. Dikibaskannya tangannya, dan ruangan pun kembali gelap.

"Eilreen .. , engkaukah itu?" batin Terrwyn, perlahan digelengkannya kepalanya.

Dipandangnya dua bulan Mearcair, Glas Lleuad yang kebiruan, dan Caer Arian yang keperakan, tenang seolah berharap akan menemukan jawaban akan pertanyaannya di sana. Tak sadar dia menghela nafas. Di luar Loegaire*[8] kesayangannya melolong seolah merasakan kegalauan hati tuannya.
***

Catatan: 
1.      Deau Paith, Pandea Cyfandir, Mearcair. Mearcair adalah planet utama tempat   kisah ini berlangsung, atau seperti bumi kita. Cyfandir = benua. Pandea Cyfandir = Benua Pandea; Deau = selatan, Paith = prairie. 
2.      Matres adalah dewa langit dalam mitologi formorian. 
3.      Teigr = sejenis harimau di bumi 
4.      Gawain = sejenis elang 
5.      Griffin = sejenis rajawali 
6.      Gaia = sebutan lain untuk bumi di kisah ini, sebutan lain Mearcair 
7.      Llawn = purnama 
8.      Loegaire = semacam calf herder

Kamis, 21 Juli 2011

The Lore of Mearcair - Prolog

Caer Arian 4978 Blwydd*[1]—
78 ribu Purnama Glas Leuad setelah Perang Terakhir Danu di Derianach

Glas Leuad terlihat begitu benderang di malam yang begitu tenang ini. Sepertinya dia bisa melihat adanya sebuah kehidupan di Glas Leuad. Tetapi lelaki muda*[2] itu tertawa sendiri; mentertawakan pikirannya bahwa ada kehidupan di Glas Leuad, padahal sepanjang pengetahuannya Glas Leuad itu sekedar bayangan Caer Arian, tidak pernah bisa dicapai dengan cara apapun.

Mannanân menoleh saat mendengar geraman lembut arth wen—seekor beruang putih kawan hidupnya, dia tertawa sambil menggelengkan kepalanya yang ditutupi geraian rambut yang seperti lidah api, “Ya, kau benar Athos, itu sekedar bayanganku saja yang didera rasa bosan. Mengawasi beberapa wilayah di Mearcair di bawah sana cukup membosankan.

Arth wen menggeram lagi dengan lebih keras dan Mannanân mengangkat alisnya pada kawan hidupnya itu, “Maaf, Athos Sultana, Perang Terakhir membuat suku Danu nyaris punah sedangkan aku di sini merasa bosan dengan kedamaian yang kurasakan selama ini”.

Athos Sultana mendesakkan kepalanya yang berbulu itu ke leher Mannanân sambil sedikit mendengkur dan anak muda itu mengelus kepala kawan hidupnya. Mereka berdua sudah berkali-kali ditugaskan turun ke Mearcair untuk memburu kaum Cysdogl yang secara misterius selalu muncul dan menyebabkan sedikit perselisihan diantara manusia*[3] oleh Morrigan, Sang Dewi. Diam-diam Mannanân agak sedikit merindukan pertempuran yang pernah dihadapinya dan 500 Blwydd atau 6500 purnama Glas Leuad terlalu panjang baginya, tetapi dia tidak membiarkan orang lain tahu isi hatinya, karena kalau ada yang tahu dan hal itu sampai di telinga Morrigan, Morrigan dan kawan hidupnya Goewin Sultana; corvo—burung gagak hitam akan menceritakan Perang Terakhir yang terjadi 6000 tahun yang lalu atau 78000 purnama Glas Leuad yang telah lewat. Morriganlah yang memimpin suku Danu yang tersisa menuju dan membuka gerbang Caer Arian. Dan menceritakan bagaimana kelahirannya di Caer Arian sangat disambut gembira oleh seisi Caer Arian, karena kelahirannya yang langka—sejak mereka bermigrasi ke Caer Arian, suku Danu kesulitan untuk meregenerasi yang tersisa, hanya ada sepuluh kelahiran setelah mereka mendiami surga ini.

Orang tua Mannanân d’Dwer ap Manthowy ap Caer Arian menyayangkannya telah melahirkannya sebagai ksatria, bukan sebagai pendeta, penyembuh, atau bahkan seorang seniman seperti ayahnya Manthowy sang penyair. Mannanân dilahirkan sebagai ksatria tinggi dan karena kelahirannya itulah, Morrigan mengambilnya dan mendidiknya sendiri. Morrigan menjadikannya sebagai ksatria Draíochta* [4]. Morrigan menempatkannya sebagai Caer Arian gwarchodwyr—penjaga Caer Arian

Mannanân menatap ke arah Glas Leuad yang semakin terlihat terang di sekitar langit yang pekat, dan di sampingnya Mearcair terlihat besar, jelas dan pulas dibawah sinar Glas Leuad dan Caer Arian, pria muda itu mengernyitkan keningnya saat perhatiannya teralihkan oleh panggilan mendesak Morrigan di kepalanya. Dia menjentikkan jarinya kepada Athos dan mereka berdua segera menghilang ditengah malam.

***

Morrigan berjalan mondar mandir, suasana hatinya begitu muram sehingga peri-peri rumah menghindari Morrigan atau akan terkena lemparan barang-barang yang berada di dekat Morrigan. Morrigan merutuk, menyumpah dan menggerutu sendirian, dia sudah memanggil sang gwarchodwyr —Mannanân.

Tiba-tiba suasana menjadi senyap. Morrigan nyaris terjungkal menyadari keadaan yang senyap dengan tiba-tiba. Para peri rumahnya berjatuhan di lantai kamarnya dalam keadaan yang memilukan. Seburuk apapun suasana hatinya, semabuk apapun dia setelah mabuk beoir *[5] ; dalam keadaan borracha *[6] pun, dia; Morrigan tidak pernah dan tidak akan pernah melakukan hal-hal yang mencelakai para peri dan makhluk lelembut ataupun suku kurcaci. Dia; Morrigan bertanggung jawab semua kehidupan yang ada di Caer Arian ini. Dia; Morrigan menyadari bahaya besar dan bahaya itu mengarah pada kelangsungan hidup seluruh suku Danu.

Morrigan memanggil Goewin tanpa suara; burung gagak hitam itu muncul dan langsung hinggap di bahunya. Morrigan menatap mata hitam bermanik-manik Goewin. Dia; Morrigan harus bertindak secara cepat. Atau semuanya terlambat, dan sang gwarchodwyr tidak akan bisa menjaga kelangsungan hidup suku Danu.

Morrigan memejamkan matanya dan berbisik pada Goewin, “Fy Sultana Goewin… * [7]

Goewin mengepakkan sayapnya sekali dan meninggalkan bahu Morrigan; dia berubah menjadi kabut hitam dan sesosok makhluk menjelma dengan wajah yang ditutupi topeng perak yang berpendar lembut, sebentuk tangan seperti cakar menangkup wajah Morrigan dan sepertinya Goewin tersenyum sedih, Morrigan menatap Goewin yang menjelma di hadapannya dengan tegar.

“Lakukan apa yang kupinta, Goewin…”

Morrigan menoleh cepat saat dia menyadari kamarnya telah dibuka dengan paksa dari luar, Morrigan bereaksi cepat dia menghunus pedang yang diraihnya dari tiang kamarnya, pedang yang langsung berubah menjadi kilatan energi yang ada di tangan Morrigan.

Morrigan menatap wanita yang berwajah muda dan seperti penduduk Caer Arian lainnya, eksotis. Emain dan kawan hidupnya Osgar Sultana; sarf lwyd-- ular abu-abu yang melingkar di lehernya terlihat kontras dengan kulitnya yang keemasan yang terbungkus jubah merah mudanya yang menutupi kepala dan tubuhnya. Emain sang Miach—seorang ban sagart--anggota dewan pendeta. Emain tersenyum dingin padanya, Morrigan melemparkan energinya; dia memusatkan kekuatannya untuk menyampaikan informasi terakhir ini pada Mannanân.

Sang Miach mengendalikan dirinya untuk tidak meluluhlantakkan seluruh rumah batu ini, dia hanya menghilangkan jejak-jejak keberadaan dirinya yang bisa dilacak oleh murid terkasih Morrigan, putra dari Manthowy. Yang terpenting; Sang Dewi sudah lenyap dari tahtanya. Tinggal bagaimana menggerakkan Comhairle na Sagart--dewan pendeta untuk mengikuti kata-katanya.

***

Mannanân memandangi ruangan yang sudah hancur kecuali bangunan utamanya yang tetap berdiri. Para peri rumah yang ada dalam perlindungan Morrigan pun tak ada yang tersisa keberadaannya. Mulutnya dipenuhi oleh rasa besi; kawan hidupnya menggeram, Mannanân menggaruk belakang telinga arth wen itu dan menegakkan tubuhnya.

Mannanân mengangkat wajahnya dan memandang keluar jendela, orang-orang mulai berdatangan mendengar keributan di tengah malam; pria muda itu mengacungkan telunjuknya keluar pada kawan hidupnya.

“Jaga di luar, Athos… aku belum menyelesaikan pemeriksaan di sini, dan orang-orang tua itu hanya akan mengganggu saja, tapi kalau Midhir dan mocaí aur-kera emasnya datang, suruh dia menemuiku segera”.

Arth wen tersebut segera melangkah keluar dengan langkah kaki-kaki yang bersuara kletik-kletik saat cakarnya menyentuh lantai kayu kediaman Morrigan yang sudah gosong dan kotor. Athos menggeram berat kepada orang-orang yang mulai berkumpul di luar, memperingatkan mereka untuk tidak melangkah lebih dekat lagi.

Penonton mulai saling berbisik di antara mereka tetapi tidak berani melangkah lebih dekat ke pagar kayu yang membatasi kebun yang sebelumnya merupakan kebun herbal untuk tanaman obat yang dipelihara oleh Morrigan untuk menghabiskan waktu, yang kini rusak.

Comhairle na Sagart--dewan pendeta yang juga datang berkumpul di halaman depan Morrigan dengan wajah-wajah serius yang penuh dengan tanda keberatan terhadap larangan yang disampaikan sultana milik gwarchodwyr Caer Arian, tetapi tidak berani membantahnya.
“Anak ingusan itu benar-benar sudah keterlaluan!” bisik seorang Sagart—pendeta
“Untuk apa dia menyuruh arth wen sultana itu menghalangi kita masuk? Kita harus tahu apa yang terjadi. Apa yang terjadi dengan Morrigan?!”
“Kita harus masuk!” gerutu Sagart yang lainnya.

Athos menggeram berat dan panjang, bulu-bulu putihnya yang tebal tegak berdiri dan matanya bersinar keperakan; memberi peringatan yang lebih keras dan tegas. Cyngor – dewan mundur lagi dengan tertib dan memandang mata Athos yang bersinar itu dengan takjub.

“Gwarchodwyr memiliki alasan meminta Athos Sultana untuk menjaga agar tempat ini tidak seperti pasar yang ada di bawah* [8] sana…” kata seorang laki-laki yang baru muncul dengan sultananya yang keemasan menggelayut dengan ekornya di tangannya.

Seorang Sagart memberi jalan padanya, dan lelaki itu tersenyum hangat sambil terus berjalan, seolah-olah dia melihat jalan di hadapannya terbuka, padahal, jelas-jelas matanya yang sebiru Glas Leuad tidak bisa melihat apa pun sejak dia dilahirkan, tetapi Midhir y Glas ap Carraigh memang seorang Draiochta—Prajurit yang sangat disegani.

“Kenapa kau membiarkan dia menjadi sinsearach*[9]-mu; padahal dia lebih muda 1000 blwydd darimu! Dia tak lebih anak manja karena Bandia* [10] menyukainya!”

Midhir menoleh pada suara Emain yang berbicara tak jauh darinya dan dia sedikit tertegun mendengar suara Sang Miach itu, mocaí aur -nya berdiri dengan tangan dan kakinya; seolah siap menyergap dengan pandangan nanar pada wanita itu, Midhir menyeringai miring pada Emain setelah beberapa saat terlihat seperti mencari-cari sumber suaranya.

“Sagart Emain y Miach, kata Midhir dengan suara lembut,”Fy Ridire* [11], bukan sekedar Draiochta ataupun kesayangan Bandia; Ridire seorang gwarchodwyr. Saya bersyukur karena beliaulah sinsearach kami”.

Emain mundur selangkah, dia nyaris melakukan kesalahan. Draiochta memang bukan sekedar gwarcheidwad—pasukan penjaga biasa, mereka merupakan orang-orang tempur yang menguasai sihir, taktik, peperangan dan segala kesenian yang harus dimiliki. Setelah lebih dari 5000 blwydd, hanya Morrigan dan beberapa gelintir orang saja yang bisa disebut prajurit tua, yang memilih menjadi Athro dan mereka sangat setia dan solid. Emain mengangguk dengan hormat, mengakui kesalahannya, Midhir tersenyum miring lalu beranjak pergi.

“Ridire sudah menunggu, kami akan memberitahukan pada Comhalta* [12] sekalian apa yang terjadi setelah kami mengetahui apa yang terjadi”.

Midhir memasuki rumah batu tersebut dan, dia bisa merasakan dan mendapat gambaran yang jelas dalam benaknya. Kepalanya terangkat saat didengarnya Mannanân mendekat.

“Buruk sekali, huh?” gumam Midhir
“Sangat. Morrigan tidak diketahui keberadaannya dan aku tidak bisa merasakannya sama sekali, anehnya sultana Morrigan; Goewin masih kurasakan sangat lemah” jawab Mannanân sambil mengambil sebuah batu hitam dari lantai kayu yang sudah gosong.
“Pelakunya?” Midhir berjalan mondar-mandir di ruangan yang rusak parah itu sambil berusaha menangkap gelombang yang tersisa ke dalam benaknya.
“Pintar. Membuatku ragu kalau pelakunya suku Danu. Orang-orang tua itu tidak seperti Draiochta. Sedangkan Draiochta sendiri tidak mungkin melakukan hal ini”, mata Mannanân berubah menjadi merah dadu, “Tak akan kuampuni siapapun dalam Draiochta yang melakukan hal ini pada Morrigan ataupun makhluk yang mencari tearmann* [13] di rumah batu ini”

Tiba-tiba Midhir berhenti mondar-mandir dan dia menoleh pada Mannanân, lelaki yang lebih muda itu mengangkat sebelah alisnya bertanya tanpa mengatakan apa-apa.
“Morrigan belum mati. Aku menangkap gelombangnya; lebih tepatnya gelombang Goewin”.

Mannanân menunggu penjelasan selanjutnya, sahabatnya itu tampak terdiam lama, begitu juga mocaí aur -nya.
“Di bawah, dan tidak aktif… ada apa dengan Goewin?” gumam Midhir, sementara Mannanân tetap terdiam sambil merenungi batu hitam di tangannya.

“Ridire… apakah pikiranmu sama dengan apa yang sedang kupikirkan?” Tanya Midhir tanpa menoleh pada pimpinannya.

“Mungkin, dan bila memang pikiranmu sejalan dengan apa yang kupikirkan, maka hal ini menjadi sangat berbahaya. Berbahaya untuk kelangsungan Danu; tetapi kita harus bisa memecahkan persoalan ini.
Mannanân menatap batu hitam yang masih dipegangnya, “aku merasakan jejak Cysdogl di ruangan ini, dan mengapa bisa sampai di sini…” Mannanân terdiam dan dia melemparkan batu hitam itu kepada Midhir yang menangkapnya dengan sigap, “Kita perlu mengadakan pertemuan dengan Comhairle na Athro, tapi sebelum itu, kau bisa menenangkan orang-orang tua di luar sana”.

Midhir menoleh dan menyeringai, “Bukankah kau yang seharusnya melakukan tugasmu sebagai sinsereach kami secara Morrigan menghilang dari kediamannya? Mereka mengharapkanmu bicara dan memberi kepastian”.

Mannanân mendengus dan mengangguk kaku, “Baik. Aku akan menemui mereka dan kau; boleh simpan seringaianmu itu untuk dirimu sendiri. Siapkan lima Draiochta, kalau aku bisa membuka gerbang penghubung Caer Arian ke Mearcair; kita akan segera berangkat.

“Aku akan memberitahu Wijnruitt untuk bersiap-siap…” Jawab Midhir sambil beranjak pergi, tetapi dia berhenti saat dirasakannya Mannanân terdiam di tempatnya berdiri, “Ridire?”

“Wijnruitt sebaiknya tinggal di Arian; aku memerlukannya untuk melakukan sesuatu untukku di sini. Dan semua Draiochta yang tidak bertugas kuharapkan kehadirannya di Tara—Athro Beli* [14] akan menunggu kita di sana.

Midhir mengangguk dan segera pergi mengerjakan apa yang diminta oleh sinsereach-nya. Membuka jalan ke Mearcair bukan persoalan mudah; selama ini Morrigan yang menjaganya dan membukanya, dan dia ingat legenda 6000 blwydd lalu; Legenda Migrasi saat Morrigan harus kehilangan saudara-saudaranya dalam migrasi orang Danu ke Caer Arian. Tetapi kalau Ridire mengatakan bila dia bisa membuka gerbang penghubung ke Mearcair; itu artinya mereka akan segera berangkat ke Mearcair. Dan ucapan Mannanân mengenai keberadaan Cysdogl tadi juga membuatnya waspada, karena bila ada makhluk itu muncul di Caer Arian...

Midhir menghentikan pemikirannya sebelum dia melangkah lebih jauh. Baik dia dan Mannanân mengerti bahayanya bila memikirkannya lebih, karena kemungkinan makhluk itu masih ada di sekitar mereka. Midhir merasakan telinganya dipegang oleh sultananya, dia meraih tangan sultananya yang hitam dan kurus yang lengannya dipenuhi oleh bulu-bulu emas.

“Kaupun merasakan hal yang sama, Aidan? Mungkin Ridire akan mengetahui keanehan tadi kalau dia bertemu dengan orang itu. Tapi kelihatannya kita harus menunggu sampai pertemuan nanti di Tara, tapi Ridire harus mengetahui hal ini”.

***

Catatan:
[1] Blwydd= tahun kami, penanda waktu yang dimulai setelah Perang Terakhir Derianach. 1 blwydd = 13 bulan purnama Glas Leuad
[2] Penyebutan muda bagi suku Danu adalah relatif.
[3] Manusia, penyebutan suku Danu untuk makhluk yang tinggal di Mearcair : terdiri dari ras Formorian dan Domnan.
[4] Draiochta = ksatria tertinggi suku Danu
[5] bir
[6] mabuk berat
[7] Goewin Sultana milikku
[8] bawah yang dimaksud adalah dunia Mearcair
[9] pimpinan
[10] sebutan untuk Morrigan
[11] sebutan hormat para prajurit Caer Arian untuk Mannanân
[12] anggota dewan
[13] Sanctuary
[14] Guru Beli